cover
Contact Name
Sekretariat Jurnal Politica
Contact Email
jurnal.politica@yahoo.com
Phone
+6221-5755987
Journal Mail Official
jurnal.politica@yahoo.com
Editorial Address
Sekretariat Jurnal Ilmiah "Politica" Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI Gedung Nusantara I, Lt. 2 Jl. Jend. Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, 10270
Location
Unknown,
Unknown
INDONESIA
Jurnal Politica Dinamika Masalah Politik Dalam Negeri dan Hubungan Internasional
ISSN : 20877900     EISSN : 2615076X     DOI : http://dx.doi.org/10.22212/jp
Core Subject : Social,
Jurnal Politica memuat tulisan-tulisan ilmiah hasil kajian dan penelitian tentang masalah-masalah strategis di bidang politik dalam negeri dan hubungan internasional. Jurnal ini merupakan wadah bagi para peneliti, akademisi, dan praktisi di bidang politik dalam negeri dan hubungan internasional untuk menuangkan gagasan dan ide-ide sekaligus sumber inspirasi khususnya terkait dengan proses pengambilan kebijakan, termasuk dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan.
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol 12, No 2 (2021): Jurnal Politica November 2021" : 5 Documents clear
Gangguan (Disrupsi) terhadap Lembaga Partai Golkar oleh Relawan Politik dalam Pemilu 2019 [Disruption to Golkar Party Institutions by Political Volunteers in The 2019 Election NN Arifki
Jurnal Politica Vol 12, No 2 (2021): Jurnal Politica November 2021
Publisher : Sekretariat Jenderal DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jp.v12i2.2484

Abstract

This paper discusses the disruption experienced by Golkar party institutions in the 2019 election. Political volunteers who were once the antithesis of political parties, in the 2019 election, Golkar party formed it from the internal party. Party organizations that work with structural approaches are different from dynamic volunteer patterns. Gojo volunteers were formed to win Jokowi in the presidential election and Golkar in parliament. Golkar's efforts to get the tail effect of Jokowi's figure is to co-branding Jokowi. The goal is that the PDI-P does not capitalize on Jokowi's image for the benefit of its party only. Jokowi's coalition-supporting party also hopes to get a position of effect from simultaneous elections. In addition, these volunteers also influenced the Golkar party's campaign pattern to make digital use and the placement of young cadres as candidates for the legislature. The disruption experienced by Golkar has a good impact with political change, namely easily Golkar accepts all political changes. The approach used in this paper is qualitative using Francis Fukuyama's concept of disruption and Samuel P. Huntington's institutionalization concept. The findings of thispaper, the disruption that occurred within Golkar with the use of political volunteers in elections did not have a significant impact on Golkar's vote in parliament because legislative and presidential elections were held simultaneously, so the electoral impact was only obtained by parties that had cadres running as presidential candidates.AbstrakTulisan ini membahas tentang gangguan (disrupsi) yang dialami oleh lembaga Partai Golkar di Pemilu 2019. Relawan politik yang dulunya antitesis dari partai politik, di Pemilu 2019, Partai Golkar membentuknya dari internal partai. Organisasi partai yang bekerja dengan pendekatan struktural berbeda dengan pola relawan yang dinamis. Relawan Gojo dibentuk untuk memenangkan Jokowi di Pilpres dan Golkar di parlemen.Upaya Golkar untuk mendapatkan efek ekor jas dari sosok Jokowi adalah dengan melakukan co-branding terhadap Jokowi. Tujuannya agar PDI-P tidak mengkapitalisasi citra Jokowi untuk kepentingannya partainya saja. Partai anggota koalisi pendukung Jokowi juga berharap mendapatkan posisi efek dari pemilu serentak. Selain itu, relawan ini juga ikut mempengaruhi pola kampanye Partai Golkar agar melakukan pemanfaatan digital dan penempatan kader-kader muda sebagai calon anggota legislatif. Disrupsiyang dialami oleh Golkar berdampak baik dengan perubahan politik, yakni dengan mudahnya Golkar menerima segala perubahan politik. Pendekatan yang digunakan di tulisan ini kualitatif dengan mengunakan konsep disrupsi Francis Fukuyama dan konsep pelembagaan Samuel P. Huntington. Temuan dari tulisan ini, disrupsi yang terjadi di internal Golkar dengan pemanfaatan relawan politik dalam pemilu tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap suara Golkar di parlemen karena pemilihan legislatif dan presiden dilaksanakan bersamaan, sehingga dampak elektoral hanya didapatkanoleh partai yang memiliki kader yang maju sebagai calon presiden.
Voter Confusion in Surabaya: The Problem of Ballot Design and Incompetence [Kebingungan Pemilih di Surabaya: Masalah Desain Kertas Suara dan Inkompetensi] Aryo Wasisto
Jurnal Politica Vol 12, No 2 (2021): Jurnal Politica November 2021
Publisher : Sekretariat Jenderal DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jp.v12i2.2286

Abstract

The simultaneous scheme in the 2019 elections in Indonesia caused voter confusion, especially in the legislative elections. Citizens who are confused and disappointed when voting candidates characterize the declining quality of representation in electoral democracy. This study aims to determine the factors of confusion among citizens when they are in the voting booth. The case study research was conducted in Surabaya by interviewing 54 residents after the general election using recalling questions and in-depth interviews. The results show that the voter confusion factor is the effect of the complex design of the 2019 legislative election ballot paper, the lack of socialization about election procedures, and the difficulty of respondents understanding the simultaneous election models. The competency category shows that voter confusion is the respondents' low interest in political discussions and inadequate political knowledge. These two competence issues affect the quality of voters' political participation. Voter confusion in Surabaya generally motivates the phenomena of incorrect and misleading voting.AbstrakSkema serentak dalam pemilu 2019 di Indonesia menimbulkan fenomena kebingungan pemilih, khususnya pada pemilihan legislatif. Warga yang bingung dan kecewa pada saat memilih kandidat mencirikan menurunnya kualitas representasi dalam demokrasi elektoral. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan faktor-faktor kebingungan warga saat berada di bilik suara. Penelitian studi kasus dilakukan di Surabaya dengan mewawancarai 54 warga pasca pemilihan umum dengan menggunakan teknik recalling question dan deep interview. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor kebingungan pemilih merupakan efek dari desain kertas suara pemilihan legislatif 2019 yang kompleks, minimnya sosialisasi mengenai tata cara pemilu, dan sulitnya responden memahami pemilihan model serentak. Kategori kompetensi menunujukkan bahwa kebingungan terjadi karena rendahnya ketertarikan responden dalam diskusi politik dan rendahnya pengetahuan politik. Dua masalah komptensi ini berefek pada kualitas partisipasi politik pemilih. Kebingungan pemilih di Surabaya secara umum memotivasi fenomena incorrect voting dan misleading voting.
The Unstable Voting Behaviour: Tracing of the Voting Behaviour in Indonesia Post-Reformasi Era Wasisto Raharjo Jati
Jurnal Politica Vol 12, No 2 (2021): Jurnal Politica November 2021
Publisher : Sekretariat Jenderal DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jp.v12i2.2319

Abstract

Article aimed to analyses about construction of voting behavior in Indonesia election implementation. It urge and significant to elaborate and scrutinize political preferential which became base foundation to elect and submit their vote. There are two prominent factor can be main tools to covering voting behavior trend In Indonesia. Firstly, figures presumably primary sources to mention constructing public voting behavior. In Indonesia post authoritarian era, democracy has been suspended due to emergence of strong figure. This become ironic in implementation of democracy when hijacked oligarchic power that still persist and insist their resources in recent era. Secondly, analyzing of voting behavior in Indonesia has been swiftly in every election. It’s important to note that main character of voting behavior is swing voters dominated by young residents. Therefore, voting behavior trend fluctuated depending on issue and media news, become main consideration public to elect and submit their vote. In addition to both factor, emergence of political broker in recent election has indicated urgent needs to bridging voter and candidate in order to more engage. Those three factor will be primary focus to be elaborated in this paper, how recent trend in voting behavior in Indonesia and its impact to election event.AbstrakArtikel ini bertujuan untuk menganalisis konstruksi perilaku memilih dalam pemilu Indonesia. Isu ini menjadi penting dan siginifikan dalam melihat pola preferensi memilih ketika akan mencontreng kertas suara. Temuan dalam riset ini memuat dua faktor penting yang menjadi basis politik perilaku memilih Indonesia. Pertama, kekuatan personal seorang elite agaknya menjadi faktor penting dalam membaca perilaku memilih tersebut. Hal ini dikarenakan kondisi demokrasi Indonesia yang masih terbajak oleh kekuatan oligarki yang masih cukup kuat. Kedua, masih adanya masa pemilih mengambang, utamanya kalangan muda dan terdidik. Hal tersebut dikarenakan perilaku politik mereka masih dipengaruhi adanya isu dan kepentingan. Di luar dari kedua faktor tersebut, munculnya broker politik dan uang politik menjadi faktor yang tidak bisa terelakan dalam konstruksi perilaku memilih di Indonesia paskareformasi.
Covid-19 Vaccine Diplomacy and Cultures of Anarchy in The International System Ramdhan Muhaimin; Rizal A Hidayat; Eldha Mulyani
Jurnal Politica Vol 12, No 2 (2021): Jurnal Politica November 2021
Publisher : Sekretariat Jenderal DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jp.v12i2.2345

Abstract

To fight the Covid-19 pandemic, several countries, through their pharmaceutical companies, conduct research and production of vaccines. Efforts to invent a vaccine are racing with the rapid mutation of Covid-19. The World Health Organization with GAVI (Global Alliance for Vaccines and Immunization) and CEPI (Coalition for Epidemic Preparedness Innovations) initiated a collaborative forum called Covid-19 Vaccine Global Access (COVAX). The goal there is justice and equity in the distribution of vaccines throughout the world. Although strategic efforts to deal with the Covid-19 pandemic are carried out multilaterally through COVAX, many countries have also taken bilateral steps to get their vaccine needs. On the other hand, the Covid-19 vaccine diplomacy that took place in an anarchic international system showed three different cultural patterns, namely Hobbesian (conflictual), Lockean (competitive), and Kantian (cooperative). By using a qualitative approach, this study analyzes three cultural patterns of anarchy in vaccine diplomacy. Data collection techniques in this research are based on library research. The theory used in this research is diplomacy and cultures of Anarchy in Constructivism approach. From this research, it was found that the COVAX is a representation of the cooperative pattern carried out by countries in overcoming the Covid-19 pandemic. But apart from that, there is also Hobbesian or conflictual diplomacy between the United States and China. Meanwhile, competitive diplomacy can be seen in the competition among vaccine-producing countries.AbstrakUntuk mengatasi pandemi Covid-19, sejumlah negara melalui perusahaan farmasinya melakukan penelitian dan produksi vaksin. Upaya pencarian vaksin berlomba dengan mutasi Covid-19 yang cepat. Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) bersama GAVI (Global Alliance for Vaccines and Immunization) dan CEPI (Coalition for Epidemic Preparedness Innovations) menginisiasi wadah kolaboratif bernama Covid-19 Vaccine Global Access (COVAX). Tujuannya, agar terjadi keadilan dan pemerataan dalam distribusi vaksin ke seluruh dunia. Meski upaya strategis menghadapi pandemik Covid-19 dilakukan secara multilateral melalui COVAX, tapi langkah-langkah bilateral juga banyak dilakukan negaranegara dalam memenuhi kebutuhan vaksinnya. Pada sisi lain, diplomasi vaksin Covid-19 yang terjadi dalam sistem internasional yang anarki menunjukkan tiga pola budaya yang berbeda, yaitu Hobbesian (konfliktual), Lockian (kompetitif), dan Kantian (kooperatif). Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, penelitian ini menganalisis tiga pola budaya anarki dalam diplomasi vaksin yang terjadi saat ini. Tekni pengumpulan data pada penelitian berdasarkan riset kepustakaan (library research). Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Diplomasi dan Budaya Anarki dalam Konstruktivisme yang dikembangkan Alexander Wendt. Dari penelitian ini, ditemukan wadah COVAX merupakan representasi pola kooperatif yang dilakukan negara-negara dalam mengatasi pandemik Covid-19. Namun selain itu, terjadi juga diplomasi ala Hobbesian atau konfliktual seperti yang terjadi antara Amerika Serikat dan China. Sedangkan diplomasi yang bersifat kompetitif terlihat pada persaingan di antara negara-negara produsen vaksin.
Hegemoni dan Ekonomi Politik Dana Keistimewaan di Daerah Istimewa Yogyakarta [Hegemony and Political Economy of Privileged Fund in Special Region of Yogyakarta] Anggalih Bayu Muh Kamim
Jurnal Politica Vol 12, No 2 (2021): Jurnal Politica November 2021
Publisher : Sekretariat Jenderal DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jp.v12i2.2483

Abstract

The Privileged Fund is used to financing five affairs, namely, spatial planning, land, culture, institutions and procedures for filling the positions with governor and vice governor. Various problems such as low participation, institutional problems and the interests of local authorities were identified as the cause of the Privileged Fund not being able to increase welfare. This study looks at the hegemonic perspective to show the consolidation of the ruling class since the promulgation of the Privileged Law until its implementation has an impact on the inability of the community to control the Privileged Fund. This study is a qualitative research with a case study approach. Data was collected through documentation techniques, in-depth interviews and Focus Group Discussions. Data analysis was carried out starting from extracting the problem to drawing conclusions. The results of the study show that the mass action that emerged in support of the Privileged Law did not originate from the aspirations of the citizens, but rather a form of the success of the local ruling class in strengthening the social base. The hegemony of the ruling class plays important roles in preventing the growth of critical awareness from the grassroots community and inhibits organic intellectuals from overseeing the Privileged Fund. Organic intellectuals have not been able to build alternative education and build movement alliances. The ruling class is able to mobilize resources and government structures to keep up its hegemony in the use of the Privileged Fund in the Special Region of Yogyakarta.AbstrakDana Keistimewaan digunakan untuk membiayai lima urusan yakni, tata ruang, pertanahan, kebudayaan, kelembagaan dan tata cara pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur. Berbagai permasalahan seperti rendahnya partisipasi, masalah institusional dan kepentingan pennguasa lokal teridentifikasi menjadi penyebab Dana Keistitmewaan belum mampu membawa peningkatan kesejahteraan. Kajian ini melihat dengan perspektif hegemoni untuk menunjukan konsolidasi kelas penguasa sejak pengusulan Undang-Undang Keistimewaan sampai pelaksanaannya berdampak pada ketidakmampuan masyarakat mengawal pemanfaatan Dana Keistimewaan. Kajian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Pengumpulan data dilakukan melalui teknik dokumentasi, wawancara mendalam dan Focus Group Discussion. Analisis data dilakukan mulai dari penggalian masalah sampai dengan penarikan kesimpulan. Hasil kajian menunjukan aksi massa yang muncul dalam mendukung Undang-Undang Keistimewaan bukanlah berasal dari aspirasi warga, melainkan bentuk keberhasilan kelas penguasa lokal dalam memperkuat basis sosial. Hegemoni kelas penguasa berperan erat dalam mencegah tumbuhnya kesadaran kritis dari masyarakat di akar rumput dan menghambat intelektual organik dalam mengawal penggunaan Dana Keistimewaan. Para intelektual organik belum mampu membangun pendidikan alternatif dan membangun aliansi gerakan. Kelas penguasa mampu memobilisasi sumber daya dan struktur pemerintahan untuk mempertahankan hegemoninya dalam pemanfaatan Dana Keistimewaan di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Page 1 of 1 | Total Record : 5